"tanpa perbedaan...sama rata...dalam roda kehidupan...kita berdiri...dalam dunia yang menawan..."
-bondan & fade2black-
Dalam menghindari stagnasi peradaban, yang dibutuhkan bukan keadilan "sama rata dan sama rasa" diantara para pelaku sejarah (male-female) akan tetapi dengan menumbuhkan saling pengertian. Saling pengertian itu timbul ketika ada keselarasan antara teks dan konteks, dalam arti bagaimana menginterpretasi manuskrip-manuskrip yang ada dengan sosio-kultur yang berkembang. Bayangin aja, ketika Tuhan menampakan diri-Nya dalam wajah sebagai "Sang Maha Adil", bukan "Sang Maha Mengasihi", betapa menakutkan bukan!.
Permasalahannya, tidaklah mudah menumbuhkan rasa saling pengertian karena memang paradigma berfikir manusia akan dan selalu dipengaruhi ruang dan waktu yang bersifat individualistis, sehingga konsep "saling pengertian" ini akan dikembalikan pada konsep awal yaitu "keadilan". Namun lagi-lagi sebuah keadilan sering kali terjebak dalam bingkai parsial, bukan substansial.
Maka "keadilan" yang mempunyai cita rasa "kasih sayang dan saling pengertian" akan menjadi sebuah realita bukan sekedar utopia ketika semua piranti diposisikan pada tempatnya secara substansial-proporsional.
Permasalahannya lagi, seperti apa "wajah" peradaban (agama-red) yang sesuai dengan manuskrip yang ada dan sosio-kultur tempat kita berpijak.
إن الحق لم يصبه الناس في كل وجوهه ولا أخطئوه في كل وجوهه بل أصاب كل إنسان جهة
-أريسطوا-
Post a Comment