fahmy farid p.

Veronica sayang, malam lalu kita –setidaknya, katakanlah- berhasil mengidentifikasi apa itu authentic dan mana yanginauthentic. Walaupun dunia keduanya beda, tidak bisa saling bertemu-padu, tapi bisa saja kita munculkan imajinasi seolah tiada spasi yang memisahkan, pun tetap dalam perbedaannya. Ia justru berelasi, berjejaring, membentuk satu ikatan menegas yang berkesinambungan. Karena pada titik ini kita tidak lagi ‘membacanya dari luar’ yang penuh dengan prejudis naif, terlebih dogmatik. Tapi meresapinya dari dalam, terlibat intim dengan sandiwara kesadaran sebagai yang menjadi ‘ada’ itu, sebagai bagian dari proyeksinya.


Veronica, lantas jika memang benar ontic itu tak lain yang authentic dan kita ingin memahaminya sebagai sebuah kebermungkinan yang tak berbatas, lantas yang meng-‘ada’ itu inauthentic dan kita ingin mengenalnya sebagai keberagaman entitas yang berakar dari esensi yang sama, tanpa tercampuri dengan prejudis-prejudis dan dogma-dogma yang telah tersimbolkan dalam sebuah institusi, maka biarkanlah ia mengenalkan dirinya sendiri. Dan tentang yang inauthentic, janganlah kita kaburkan pemaknaannya dengan sesuatu yang justru semakin menjauhkan dia dari habitat asalnya. Sebisa mungkin jangan kita tegaskan menggunakan prasangka apapun, tapi mari kita duduk mesra saja, semerta menjadi pemerhati yang bijak.


Veronica, memang benar ontic sama sekali tidak punya ikatan apapun dengan ‘waktu’, sehingga sangat pantas kalau kita juluki dia dengan si authentic. Namun setelah ontic melakukan semacam proyeksi, dan kita sadar bahwa semua berelasi dengan apa yang sering kita sebut ‘waktu’, lantas kita memposisikan diri sebagai pemerhati yang bijak itu, maka saat itu ontic telah melibatkan dirinya di dalam jaringan terkait bagaimana ia mendefinisikan dirinya sendiri, dengan menggunakan kesadaran apapun proyeksi itu terbaca dan dibaca. Ketika itu terjadi, kebermungkinan yang kita bicarakan di awal menjadi terkunci. Pada akhirnya apa yang meng-‘ada’ telah menjelma fenomena, bukan lagi apa yang sering disebut Kant sebagai noumena. Dan kau tahu sayang, dalam membaca fenomena, kita butuh semacam metode agar tidak semakin tersesatkan dengan keberagamannya, butuh fenomenologi.


Tapi Veronica, mungkin malam ini terakhir kita bermimpi bersama. Maafkan jika sejenak aku mau bergelut dengan dunia lain. Tapi suatu waktu aku akan kembali bercumbu mesra denganmu, berimajinasi lagi bersama dalam dunia yang lebih syahdu. Walaupun sering kali imajinasiku ngawur, tapi aku cukup bahagia bersamamu. Saya akan merindukanmu sayang.

0 Responses

Post a Comment