fahmy farid p.

1. Tharîqah al-Mutakallimîn

Studi komprehensif terhadap diskursus ilmu Ushûl al-Fiqh yang dilakukan aliran ini menggunakan metodologi Ilmu Kalâm (teologi-filsafat), yaitu dengan merumuskan sistematika kaidah-kaidah ushûliyyah yang ditopang oleh bukti-bukti autentik dan alasan-alasan teoritis secara naqly (naskah-wahyu) dan `aqly (logis-filosofis). Pendekatan yang dilakukan mereka bersifat analisis-filosofis, dalam arti, secara substansial aliran ini tidak terikat dengan hukum-hukum furû` fi`qhiyyah yang telah ditetapkan para imam mujtahid sebelumnya sehingga tidak terjerumus pada fanatisme madzhab tertentu.

Dalam menetapkan suatu kaidah ushûliyyah, mereka tidak mengharuskan adanya kesesuaian dengan rumusan para imam mujtahid. Hal ini bukan sebagai bentuk penolakan dan penghapusan terhadap ketetapan hukum-hukum far`iyyah, akan tetapi kaidah tersebut digunakan sebagai neraca atas hasil ijtihad juga menjadi pedoman dasar penetapan hukum.

Yang tergolong aliran ini adalah al-Mu`tazilah, asy-Syâfi`iyyah, Jumhûr al-Mâlikiyyah dan al-Hanâbilah, sehingga dinamakan pula dengan Tharîqah asy-Syâfi`iyyah, Tharîqah ghair al-Hanafiyyah dan Tharîqah al-Jumhûr.

Diantara karya-karya para ulama dari aliran ini adalah:

- al-Mu`tamad, karangan Abu al-Hasan al-Bishry al-Mu`tazily (413 H.). Kitab ini merupakan ringkasan asy-Syarhu karangan Abu al-Husain sebagai pemaparan dari kitab al-`Umdah (al-`Ahdu) yang disusun oleh abdu al-Jabbar al-Mu`tazily.

- al-Burhân, karangan `Abdu al-Mulki ibn `Abdullah al-Juwainy an-Naisaburiy asy-Syâfi`y (478 H.) yang masyhur dengan sebutan Imam al-haramain.

- al-Mustasyfa, karangan Abu Hâmid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâli asy-Syafi`y (505 H.).

- al-Mahsûl, karangan Fakhru ar-Râzi (606 H.). Kitab ini merupakan ringkasan al-Mu`tamad, al-Burhân dan al-Mustasyfa. Kitab al-Mahsûl ini kemudian diringkas oleh Sirâjuddin al-Armawi (672 H.) yang tertuang dalam karyanya at-Tahshîl, juga oleh Tâjuddin Muhammad ibn Hasan al-Armawi (656 H.) dalam karyanya al-Hâshil.

Kitab al-Hâshil itu sendiri diringkas kembali oleh Abdullah bin Umar al-Baidlôwi (675 H.) dalam Minhâj al-Wushûl ilâ `Ilmi al-Ushûl. Kitab ini sendiri dipaparkan lebih mendalam dan komprehensif oleh beberapa ulama, diantaranya oleh Jamâluddin al-Asnawi yang tertuang dalam karyanya Nihâyah as-Suûl Syarh Minhâj al-Wushûl juga oleh syaikh as-Subki dalam karyanya al-Ibhâj.

- al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, karangan Saifuddîn al-Âmidi asy-Syâfi`y (631 H.). Kitab ini juga merupakan ringkasan dari al-Mu`tamad, al-Burhân dan al-Mustasyfa. Kitab ini sendiri kemudian diringkas kembali oleh Abu `Umar ibn al-Hâjib al-Maliky (646 H.) dalam karangannya yang berjudul Muntaha as-Suûl wa al-Amal fî `Ilmi al-Ushûl wa al-Jidal. Beliau kemudian meringkas karangannya dalam Mukhtashar al-Muntahâ. Namun karena bentuknya yang dianggap terlalu ringkas dan sulit dipahami, maka kemudian para ulama menjelaskannya kembali, diantaranya oleh `Adldluddîn `Abdu ar-Rahman ibn Ahmad al-`Ajjiy (756 H.)

2. Tharîqah al-Fuqahâ

Aliran ini kebanyakan muncul dari golongan pakar ilmu fiqh Madzhab Hanafi, sehingga dinamakan pula dengan Tharîqah al-Hanafiyyah.

Metodologi yang digunakan dalam menyusun kaidah-kaidah ushûliyyah oleh aliran ini tidak berangkat dari penjelasan teoritis-filosofis (al-burhân an-nadzhary), akan tetapi dari studi aplikatif (`amaliyyah tathbîqiyyah istiqrâiyyah) hukum-hukum fiqhiyyah furû`iyah (partikular) yang telah dirumuskan oleh para imam madzhab untuk kemudian dibuat suatu kaidah ushûliyyah sebagai justifikasi benar-tidaknya rumusan tersebut. Maka pendekatan yang dilakukan aliran ini lebih bersifat praksis dimana rumusannya lebih banyak bersentuhan dengan hukum figh daripada retorika perdebatan filosofis-metodologis.

Pola pikir aliran ini disebabkan para Imam Madzhab Hanafiyyah tidak meletakan kerangka dasar yang terkodifikasikan secara komprehensif sebagaimana yang dilakukan Imam asy-Syâfi`i. Mereka hanya mewariskan hukum-hukum fiqh partikular dan kaidah-kaidah ushûliyyah yang terselip berceceran diantaranya.

Metodologi yang ditawarkan ini melahirkan suatu kaidah yang menjaga persesuaian antara teks hukum dengan konteks kekinian (wqî`iyyah). Hanya saja kemudian terjerumus pada fanatisme madzhab tertentu (Hanafiyyah-red).

Beberapa karya monumental dari aliran ini adalah:

- Ushûl Abi Bakr al-Jashâshi, karangan Abu Bakr Ahmad ibn `Aly al-Jashâsi (380 H.)

- Tasîs an-Nadzri, karangan Abu Zaid `Ubaidillâh ibn `Umar al-Qâdly ad-Dabûsy (430 H.)

- Ushûl al-Bazdawi, karangan asy-syaikh al-Bazdawi (730 H.). Kitab ini kemudian diberi penjelasan (syarah) oleh `Abdu al-Azîz al-Bukhâri (730 H.) dalam karyanya Kasyfu al-Asrâr.

- Ushûl as-Sarkhasi, karangan asy-syaikh asy-Syarkhasi (483 H.)

- Al-Manâr, karangan al-Hafidz an-Nasafi (710 H.)

3. Tharîqah al-Jâmi`ah (al-Mazdûjah)

Studi komparatif yang dilakukan para ulama diakhir abad ke 7 H. memunculkan sebuah aliran yang merkonstuksi kedua aliran sebelumnya dengan memadukan teori al-burhân an-nadzhary yang diusung oleh aliran al-Mutakallimîn dan teori amaliyyah tathbîqiyyah istiqrâiyyah yang diusung oleh aliran al-Fuqahâ. Mereka meletakan rumusan kaidah ushûliyyah ditopang dengan argumentasi logis sekaligus menjaga persesuaiannya dengan fiqh praksis. Jadi, dalam pembahasannya aliran ini sama sekali tidak mengusung madzhab tertentu, akan tetapi mereka melakukan perbandingan dari sejumlah madzhab sekaligus mengakomodir pola pikirnya. Mereka tidak terlalu berdebat dalam tataran filosofis-metodologis, namun juga tidak terlalu terpaku dengan persoalan furû`iyyah.

Pada abad ini lahir beberapa karya diantaranya:

- Tankîh al-Ushûl, karangan `Ubaidillah ibn Mas`ûd al-Hanafiy (747 H.). Kemudian beliau memberi penjelasan (syarah) kitab ini dalam karyanya at-Taudlîh fî Hilli Ghawâmidl at-Tankîh.

- Jam`u al-Jawâmi`, karangan Tâjuddin `Abdu al-Wahhâb as-Subki asy-Syâfi`iy (771 H.). Kitab ini kemudian diberi penjelasan oleh Syamsuddin Muhammad al-Mahalli dalam karyanya Hâsyiat al-Bannâniy `alâ Syarh al-Jalâl.

- at-Tahrîr, karangan Kamâluddin Muhammad `Abdu al-Wâhid (861 H.) yang dikenal ibn al-Humâm al-Hanafiy. Kitab ini kemudian diberi penjelasan oleh beberapa ulama setelahnya, diantaranya kitab at-Taqrîr wa at-Tahbîr karya ibn Amîr (879) dan Taisîr at-Tahrîr karya Amir Bâdisyâh.

- Muslim ats-Tsubût, karangan Muhibbullah ibn `Abdi asy-Syukûr (1119 H.). Kitab ini kemudian diberi penjelasan oleh Muhammad ibn Nidzâm ad-Dîn al-Anshâriy ah-Hindiy (1225 H.) dalam karyanya Fawâtih ar-Rahmawât.

Dalam kaitannya dengan diskursus Ilmu Ushûl al-Fiqh ini, Imam Abu Ishâq Ibrâhîm ibn Mûsa asy-Syâthibiy (780 H.) melakukan sebuah terobosan baru. Metodologi yang diusung sama sekali berbeda dengan mainstream para pakar ilmu ushul sejak abad ke-5 H, dimana corak pembahasannya hanya berkutat pada rumusan pedoman penetapan hukum dalam bentuk ringkasan (talkhis) dan penjelasan (syarah). Hal ini tergambar jelas dalam kitab karangannya al-Muwâfaqât, dimana selain membahas kaidah-kaidah ushûliyyah, dibahas juga tujuan-tujuan syara` (maqâshid asy-syarî`ah) dalam menetapkan hukum. Pembahasan yang dia tawarkan melengkapi khazanah ilmu Ushûl al-Fiqh.

Beberapa kitab penunjang yang penting dipelajari bagi para pengkaji disiplin ilmu Ushûl al-Fiqh diantaranya:

- Irsyad al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haq, karangan Muhammad ibn `Ali asy-Syaukâni (1255 H.)

- Tashîl al-Wushûl, karangan Muhammad `Abdu ar-Rahman al-Mahlâwiy (1920 H.)

- Ushûl al-Fiqh, karangan Muhammad al-Khudlari Bak (1345 H.)

- Ushûl al-Fiqh, karangan `Abdu al-Wahhâb Khalâf

- Ushûl at-Tasyrî` al-Islâm, karangan `Ali Hasbullah

0 Responses

Post a Comment